- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Paris (Aline) |
Judul : Paris (Aline)
Penulis : Prisca Primasari
Genre : Fiksi, Romance
Jumlah Bab : Prolog + 10 Bab + Epilog
Jumlah Halaman : x + 214 halaman
Kategori Pembaca : Young Adult
Penerbit : GagasMedia
ISBN : 979 – 780 – 577 – 8
Mereka bertiga bertemu lagi keesokan harinya
di tempat dan waktu yang sama. Kali ini Aline terpaksa terkesima dengan sosok
Sena yang eksentrik saat mereka bertemu. Aline mengajukan tiga permintaan pada
Sena sebagai kompensasi menunggunya tiga hari berturut-turut di tempat yang
tidak disukainya.
Ceritanya cukup bernuansa antik. Tempat-tempat
di Paris diceritakan dengan detail, selain menara Eiffel yang udah mainstream
itu ;) . Terasa seolah-olah kita sedang berada di Paris dan mengikuti
perjalanan Aline. Saya jadi tahu tempat-tempat baru seperti Place du Bastille,
Pere Lachaise, dan sebagainya. Beberapa latar suasana juga diceritakan dengan
baik, seperti waktu Aline dan Ezra minum teh. Jadi seolah-olah saya ada disana
juga, hehe.
Saya suka dengan keunikan tokoh-tokoh yang
diciptakan Penulis. Misalnya, ketertarikan Aline pada kartu undangan dan
font-font tulisan. Aline bermimpi untuk membuat kartu undangannya sendiri,
warna ungu muda dengan hiasan pita putih. Juga cerita Ezra tentang
ketertarikannya pada porselen dan poci-poci teh.
Sinopsis
Aline menemukan onggokan pecahan porselen antik
yang tampak mahal dan berharga di jalanan Jardin du Luxembourg. Penasaran akan
pemiliknya, porselen itu ia satukan kembali dan menemukan sebuah nama di
permukaannya : Aeolus Sena. Rasa penasaran akan pemilik porselen itu – Aeolus Sena
- membuatnya terpaksa menunggu Sena di Place du Bastille – tempat hukuman mati –
selama tiga hari berturut-turut pada jam 12 malam. Meskipun ia benci menunggu
di tempat menakutkan itu, namun Aline jadi penasaran siapa Sena sebenarnya. Mengapa
porselen itu sangat berharga bagi Sena? Mengapa harus di Place du Bastille, jam
12 malam? Semua itu terjawab ketika Sena menghadiahinya 3 permintaan sebagai
rasa terimakasih pada Aline – yang menyeret Aline pada petualangan di kota
Paris dan perasaannya pada Sena.
Prolog
Cover simple, berkesan vintage, nggak banyak hiasan, dengan tulisan “PARIS”ngejeblag gede
di tengahnya. Mungkin biar pembaca penasaran isinya ya. Dan waktu buka segel, saya
seneng banget karena ada bonus kartu pos bergambar Menara Eiffel yang klasik. Jadi
makin kerasa ‘vintage’nya. Mungkin bonus
yang bisa mendukung terbangunnya suasana cerita, kayak kartu pos ini bagus juga
ya, hehe.
Sebenarnya novel Paris ini udah lama banget keluarnya.
Cetakan pertamanya terbit tahun 2012, saya baca Paris pertama kali tahun 2015. Dua
tahun setelahnya, saya baru nge-review,
agak telat, ya? Hehe. Tapi nggak apa-apa, better
late than never ;) Yuk langsung aja kita review bukunya!
Review
Cerita
Aline
Ofeli adalah mahasiswa S2 program studi Histoire (Sejarah) di Pantheon –
Sorbonne yang terpaksa melanjutkan sekolah ke Paris atas keinginan almarhum ayahnya.
Dia tak percaya diri dan menganggap dirinya inferior. Ia bekerja di sebuah
bistro Indonesia bernama Bistro Lombok, bersama teman-teman mahasiswa dari
Indonesia. Ia menyukai salah seorang di antaranya, namun laki-laki itu jadian
dengan cewek Prancis yang juga bekerja di Bistro Lombok. Laki-laki menyebalkan
itu juga sering menganggap Aline tidak ada dan menjelek-jelekkannya. Karena patah
hati, Aline menjuluki laki-laki itu dengan nama “Ubur-ubur”dan memutuskan cuti
dari Bistro Lombok untuk menenangkan diri.
Ubur-ubur, a.k.a Meduse ;) |
Suatu hari saat berjalan-jalan di Jardin du
Luxembourg, Aline menemukan onggokan pecahan porselen yang berwarna sama dengan
warna kesukaannya, ungu muda. Pecahan itu dikumpulkan oleh seorang petugas
kebersihan. Aline dimintai tolong petugas itu untuk menemukan pemilik porselen
pecah itu, karena benda itu ternyata bernilai tinggi. Merasa tidak punya
pilihan lain, ia membawa pecahan porselen itu ke flatnya dan menyatukannya dengan
lem sampai utuh. Di permukaan porselen itu tertulis sebuah nama : Aeolus Sena.
Aline mencari kontak nama itu di internet,
karena menduga nama yang tertulis di porselen adalah pemiliknya. Ternyata,
orang bernama Aeolus Sena itu sedang berada di Paris. Sena berterimakasih pada
Aline karena telah menemukan porselen itu, dan minta bertemu di Place du
Bastille – salah satu tempat paling berhantu di Prancis – pukul 12 malam.
Tentu saja awalnya Aline menolak
mentah-mentah. Kenapa harus di bekas tempat hukuman penggal manusia, dan kenapa
harus pukul 12 malam? Namun karena tidak ingin menyimpan porselen itu
lama-lama, ia menyanggupi bertemu Sena di tempat itu. Sialnya setelah menunggu setengah
jam sendirian, Sena membatalkan janji dan minta bertemu di lain waktu.
Keesokan harinya, Sena meminta bertemu Aline
lagi, di tempat dan waktu yang sama. Meskipun jengkel, Aline kembali pergi –
tetapi kali ini ditemani Ezra. Ezra adalah tetangga flat sekaligus senior Aline
di kampus. Setelah satu jam menunggu, Sena kembali membatalkan janji dan minta
bertemu keesokan harinya. Ia berjanji akan datang dan menuruti semua permintaan
Aline – demi meredakan kekesalan gadis itu yang dua hari berturut-turut
menunggunya malam-malam.
Kemunculan Sena |
Aline dan Sena bertemu beberapa kali sambil
berkeliling kota Paris untuk membahas tiga permintaan Aline. Pertemuan-pertemuan
mereka membuat Aline penasaran siapa sosok Sena sebenarnya – karena dengan
mudahnya Sena memberikan uang ribuan dollar pada Aline untuk permintaan pertama
: ingin bertemu dengan ibunya, dan mendatangkannya ke Paris. Belum lagi saat Aline
memergoki Sena menatap sebuah kamar apartemen dengan penuh rindu waktu mereka
berjalan-jalan. Juga sikap Sena yang seperti menyembunyikan sesuatu, ditambah
pertemuan pertama mereka : kenapa harus di tempat bekas pemenggalan manusia,
dan kenapa pukul 12 malam? Kenapa dua hari berturut-turut Sena membatalkan janjinya?
Kenapa porselen pecah itu berharga bagi Sena?
Porselen pecah itu menjadi penghubung antara
sosok yang sudah lama tidak Sena temui, dan sebuah keluarga sinting yang harus
ia hadapi sendirian agar tidak menyakiti orang yang disayanginya. Masalah itu
menyeret Aline kedalamnya – karena ia terlanjur memikirkan Sena dan ingin menyelamatkannya.
Lalu, bisakah Aline memecahkan misteri sosok
Sena sebenarnya? Bisakah ia membantu mempertemukan Sena dan pengirim porselen
itu? Siapa yang memecahkan porselen itu di Jardin du Luxemoburg? Bisakah Aline
menyelamatkan Sena dari bahaya dan menyatakan perasaannya?
Novel Paris menggunakan penokohan orang
pertama, yaitu Aline atau “aku”. Ceritanya berformat diari, seolah-olah kita
sedang membaca diari Aline. Tapi, gak terasa kayak baca diari banget sih. Ada
juga beberapa penuturan seperti novel pada umumnya. Alur ceritanya enak untuk
diikuti. Selain Aline, tokoh penting lainnya tentu saja Sena, Ezra, teman-teman
Aline di Bistro Lombok, keluarga Sena (spoiler!) dan keluarga bermasalah yang
harus Sena bereskan.
Pengen ke Beaumarchis Boulangerie juga :') |
Nah, meskipun penuturan latar tempat dan
suasananya bagus dan detail, tapi entah kenapa kurang terasa membaur dengan
tokoh-tokohnya. Maksudnya, meskipun tempatnya berlatar di Paris, tapi seolah
kejadiannya terjadi di dunia Aline sendiri. Di bukunya tidak diceritakan budaya
setempat dan bagaimana tokoh-tokohnya berinteraksi dengan budaya tersebut, atau
bagaimana mereka membaur dan menjalani keseharian ala masyarakat Paris pada
umumnya.
Contohnya, waktu Aline hujan-hujanan dan basah
kuyup terus naik bis ke Distrik Beaumarchais. Basah kuyup naik bis? Nah, nggak
diceritakan gimana reaksi orang-orang di bis dengan penumpang yang naik basah
kuyup begitu. Aline malah ngobrol dengan Ezra, seolah nggak keganggu dengan
kondisi basah-kuyupnya.
Mungkin juga karena tokoh-tokonya didominasi
oleh orang Indonesia, sedangkan orang Prancisnya sendiri cuma jadi tokoh
pendukung. Jadi seolah-olah ceritanya ditempelkan begitu saja di kota Paris, tanpa
adanya latar belakang atau pelekat yang kuat. Yaa, tapi setidaknya saya jadi
sedikit tahu bagaimana kehidupan mahasiswa Indonesia di Prancis, hehe.
Selain tokohnya dan tempatnya, ada hal lain juga
yang seolah cuma diselipkan di cerita, yaitu kemunculan Ezra. Tetangga Aline
ini punya perasaan pada Aline, tapi penuturan cerita tentang Ezra kurang banyak
dalam bukunya. Hanya sedikit bagian yang menceritakan kenapa dia bisa menaruh
kagum pada Aline, dan kepergian Ezra dari kehidupan Aline-pun terkesan
dipaksakan. Jadi kemunculannya ini, bagi saya agak setengah-setengah. Kalau aja
cerita perasaan Ezra diperdalam, atau minimal di awal cerita porsi Ezra lebih
banyak, mungin feel-nya bakal lebih dapet ;) Just opinion.
Kelebihan dan Kekurangan
Latar tempat dan suasana diceritakan cukup
detail, sehingga kita seolah-olah sedang berada di Paris dan mengalami apa yang
tokohnya alami. Meskipun kota Paris cukup sering dijadikan latar cerita, tapi
saya tidak merasa bosan atau klise waktu membaca novel ini. Ceritanya ada yang ketebak di beberapa bagian, ada juga
yang nggak ketebak sama sekali. Detail-detail kecil dan antik jadi pemanis yang
menambah kesan klasik pada cerita ini ;)
Selain itu, novel Paris menyertakan ilustrasi
di tiap babnya. Saya suka ini, karena ilustrasi bikin jalan ceritanya jadi
lebih hidup.
Sedangkan untuk kekurangannya, yaitu dari
kurang membaurnya tokoh dan latar tempat, sehingga seolah-olah ceritanya
dipaksakan terjadi di Paris. Ada juga hal-hal janggal, yang membuat seolah-olah
ceritanya hanya terjadi di dunia Aline sendiri. Penggunaan percakapan yang
bercampur antara bahasa Prancis dan Indonesia, juga agak bikin tersendat waktu saya
membayangkan tokoh-tokohnya bercakap-cakap karena berganti-ganti bahasa.
Bagian Menarik
Di bagian awal, diceritakan Sena menggigit
jarinya sampai berdarah untuk menunjukkan pada Aline kalau dia serius mau
mengabulkan permintaannya. Well, agak linu membayangkan Sena gigit jarinya
sampai berdarah ._.
Salah satu bagian yang menceritakan Ezra |
Buku ini cukup banyak menceritakan
tempat-tempat di Prancis, dan saya bersyukur karena gak banyak menceritakan
menara Eiffel ;) Dan lewat buku ini saya baru tau, di era modern ini masih ada
yang pakai mesin tik. Sena bekerja di tempat jasa pengetikan dan reparasi mesin
tik. Ternyata, di luar negeri ada ya yang seperti itu ;)
Simpulan
Novel Paris menurut saya termasuk novel
ringan, karena ceritanya mudah diikuti. Meskipun ada bagian cerita yang
kesannya kagok, tapi penuturan latar tempat dan suasana yang detail, bisa
melengkapi cerita dan menutup kekurangan tersebut. Juga detail-detail pada
cerita dan tokohnya, yang membangun suasana klasik di novel ini. Adanya ilustrasi
juga menjadi nilai tambah untuk novel Paris.
Lika-liku kehidupan Aline di Prancis, dan
perjalanannya dengan Sena menarik dan seru untuk diikuti, seolah-olah kita
sedang ikut berjalan bersama mereka juga. Cerita yang nggak ketebak secara
keseluruhan, menjadi nilai plus buat buku ini. Pokoknya, novel Paris bacaan
yang ringan untuk dibaca waktu santai ;)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Lagi belajar nulis
Komentar
Posting Komentar