And Then There Were None - Agatha Christie (Book Review)
Sepuluh orang diundang ke sebuah rumah mewah dan modern di sebuah pulau di seberang pantai Devon. Sepuluh orang dengan rahasia kelam masing-masing, datang tanpa curiga pada sore musim panas yang indah. Tetapi tiba-tiba terjadi serentetan kejadian misterius. Pulau tersebut berubah menjadi pulau maut yang mengerikan ketika orang-orang itu tewas satu demi satu...
Blurb
And Then There Were None adalah novel Agatha Christie pertama yang bener-bener aku baca, nikmatin, dan ‘nempel’. Waktu SMP aku pernah baca novel bu Christie lainnya, tapi cuma sekilas-sekilas dan nggak nempel (bahkan lupa judulnya). Nggak ada alasan khusus milih judul ini, selain aku perlu bacaan ringan bergizi, dan novel saku genre detektif ini bisa dipinjam dari rak imakata.books. Ngambilnya beneran random, bahkan nggak nyari sinopsisnya dulu di Google. Semesta merestui, mungkin udah waktunya minat bacaku dibangkitkan lagi lewat buku ini: because it’s page turner and the story was very good!
Sinopsis
Inggris, tahun 1939. Delapan orang menerima surat dari sosok misterius bernama ‘Owen’ yang mengundang mereka berlibur di kediaman mewahnya di Pulau Prajurit. Delapan orang ini terdiri dari 2 wanita, dan 6 pria, dan memiliki latar belakang yang sangat berbeda. Tidak ada kesamaan profesi, hobi, atau usia. Dengan diantar seorang nelayan, delapan orang ini menyebrang ke Pulau Prajurit yang terpencil menggunakan perahu. Disana, mereka disambut sepasang suami istri yang sudah disiapkan ‘Owen’ untuk melayani kebutuhan mereka selama berlibur.
Anehnya, ‘Owen’ – si tuan rumah, tidak ada di pulau itu, bahkan pasangan suami-istri pelayan itu juga belum pernah bertemu ‘Owen’ secara langsung. Tamu-tamu yang diundang, semuanya juga belum pernah ada yang bertemu dengan ‘Owen’. Delapan tamu dan dua orang pelayan yang malam itu ada di Pulau Prajurit, mulai curiga dengan sosok ‘Owen’ ini.
Di malam pertama saat berkumpul dalam ruangan, tiba-tiba terdengar suara misterius yang menuduh mereka melakukan kejahatan:
- Lawrence Wanrgrave: mempengaruhi pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati pada seorang pria
- Vera Claythrone: membiarkan muridnya tenggelam di laut, sengaja tidak menolongnya
- Philip Lombard: mencuri makanan dari suku di Afrika dan membiarkan mereka mati kelaparan
- Emily Brent: mengusir pembantunya yang hamil di luar nikah, mengakibatkan pembantu itu bunuh diri
- John Gordon Macarthur: menugaskan selingkuhan istrinya turun ke medan perang sampai meninggal
- Edward George Armstrong: mengoperasi pasien dalam keadaan mabuk, malpraktik sehingga pasien meninggal
- Anthony Marston : menabrak dua anak kecil sampai meninggal
- William Henry Blore: memberikan kesaksian palsu di pengadilan, menyebabkan pria tidak bersalah meninggal di penjara
- Thomas Rogers: menunda memberi obat pada majikannya terdahulu, sehingga majikannya meninggal
- Ethel Rogers: menunda memberi obat pada majikannya terdahulu, sehingga majikannya meninggal
Kagetlah sepuluh orang ini: itu suara siapa, kenapa dia tahu?! Suara itu ternyata muncul dari gramofon di belakang tembok, yang juga disiapkan ‘Owen’. Kematian pertama (Anthony Marston) terjadi di malam yang sama, disusul dengan kematian kedua (Ethel Rogers) dengan cara diracun. Cara mereka mati sama persis dengan sebuah sajak anak-anak yang dipajang di setiap kamar tamu:
Tinggal menunggu giliran, siapa yang selanjutnya mati dan bagaimana caranya? Delapan orang yang tersisa mulai curiga satu sama lain, karena tidak ada orang lain selain mereka di pulau itu. Badai datang beberapa kali, sehingga tidak mungkin ada perahu lain yang berlabuh. Pulau Prajurit juga kecil, hampir nggak ada tempat buat sembunyi. Kemungkinan terbesarnya adalah: pelakunya adalah salah satu dari delapan orang yang tersisa.
Dan mulai dari sinilah, kita main tebak-tebak buah manggis 🔎👀
Review
Reading Experience
Buatku yang jarang baca genre misteri-detektif, reading experience yang kudapat dari novel ini bagus. Penulisan storytelling-nya jelas. Nggak banyak narasi panjang, flashback atau metafora. Disini kita yang jadi detektifnya, nebak-nebak siapa pelakunya.
Di bagian awal agak tricky hafalin nama tokoh-tokoh + latar belakangnya, soalnya ada 12 nama lebih yang saling berkaitan. Selain itu oke kok. Plornya mengalir, seru dan enak diikutin. Mungkin karena beberapa waktu sebelumnya aku baca komik Conan, secara nggak langsung jadi mempermudah gambaran visualisasi adegan-adegan ceritanya (ala-ala paneling komik) 😬
Bagian yang langsung bikin aku ke-hook ceritanya itu pas bagian sajak yang 10 prajurit itu, foreshadowing cara kematian tokoh-tokohnya nanti. Bolak-balik beberapa kali mastiin bener nggak trik kejahatannya sama kayak di sajaknya.
Dari sekian novel Agatha Christie, judul ini termasuk yang berdiri sendiri, gak ada kaitan sama Hercule Poirot atau Miss Marple. Jadi And Then There Were None ini bisa jadi gerbang permulaan yang seru buat baca novel Agatha Christie yang lain.
Plot & Mystery Construction
Kalau cerita detektif, aku paling zonk di bagian nyari petunjuk. Antara suuzon nganggap semuanya petunjuk, atau ada petunjuk tapi gak ngeh itu petunjuk 🙈
Untuk pelakunya, awalnya gak nyangka dia pelakunya. Soalnya latar belakangnya itu netral. Awalnya nebak si Dokter Armstrong pelakunya, soalnya cuma dia yang tahu anatomi tubuh, psikologi manusia dan jenis racun yang membunuh. Atau ke Miss Vera yang sering berhalusinasi. Eh ternyata bukan dua-duanya 😬
Spoiler: pelakunya bisa tahu para tamu undangan punya riwayat kejahatan, karena profesi pelaku menyediakan akses untuk tahu informasi dan riwayat hidup para tamunya. Ada plot twist, tapi gak yang mencengangkan banget. Plot twist nya of course tentang si pelaku dan trik pembuhunannya. Di novel ini, kode atau trik kejahatannya juga gak begitu mumet.
Penutup
Buatku And Then There Were None ini satisfying. Mungkin bias karena ini novel Agatha Christie pertama yang bacanya pake niat 😃 Tapi justru karena pake niat, I really enjoy the story dan gak susah mencerna teka-teki di novel ini. After all, novel ini bisa dinikmati sekali baca dan dapat bintang 4.7 dari 5 ⭐
Komentar
Posting Komentar